Langit semakin memerah
dengan sedikit waktu tersisa sang surya
Termangu dalam kursi
tuaku menuliskan sebuah bait
Kertas putihku masih
tampak kosong
Tetapi sang surya mulai
beranjak
Ah Senja ini,
Ingin ku ceritakan pada
langit yang memerah itu
Tentang hatiku yang tak
tenang sedari tadi
Seolah langit merah
mengulurkan tangannya dan mendekat padaku
Memintaku bercerita,
Tentang keluargamu?
Tidak tegasku
Lantas? Pintanya
penasaran
Belum sempat kuberi
jawaban
Kumandang Allahuakbar
mengakhiri percakapan ini
Selepas
menggelar sajadah panjang
Langit merah berlalu
Kini
bintang-bintang kecil itu
Kupandangi
terus sinarnya
Bersamanya
ku teringat lagu kecil
yang
sering dilantunkan ibu menjelang tidur
dengan
dongeng-dongeng fantasi
“Enak
sekali jadi bintang terus bersinar?"
Kenapa
aku tak bersinar, kenapa sinarku terkadang redup
Kenapa?
Ku
semakin memuncak,
Teringat
peristiwa tadi pagi, ketika ketidak-adilan ku dapat
Goresan
tinta bu guru lebih berpihak pada mereka
Aku
kecewa,
Seketika usahaku tadi malam sia-sia
Meratap ingin ku protes
dan
ku tumpahkan rasa
kecewa ini
Lantas pada siapa?
Aku hanya seorang murid
dan beliau guruku
Sejenak ku merenung, menyesal
apalah arti
Aku tak boleh seperti
ini, tak boleh terulang,
aku harus berubah
Bayangan wajah ayah dan
ibu membuatku semakin bersalah
jika mudah pasrah
jika mudah pasrah
Aku harus bersinar
seperti bintang di atas
Yang tak pernah redup
meski terkadang terlupakan
Mojokerto,
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar