"Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara
sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat
ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat"
(SHG)
Hari kedua di Tanah Daeng diawali dengan upacara
Hardiknas di halaman depan kampus Universitas Negeri Makassar. Ya, di depan
gedung 16 lantai ini barisan warna-warni telah bersiap mengikuti upacara,
adalah sebuah kehormatan bagi kami para delegasi untuk bisa merayakan hardiknas
di kota ini. Terlebih kami para delegasi membentuk barisan tersendiri dan
disebut dalam sambutan pembina upacara. Bagi saya, ini merupakan upacara
nasional yang nasional sungguhan karena dirayakan di tanah orang dan bersama
dengan beberapa teman dari berbagai daerah. Ketika lagu Indonesia Raya
dikumandangkan sejujurnya saya merinding mendengarnya. Bait-bait yang saya
hayati seolah menggambarkan atmosfer keragaman delegasi disini. Mulai dari
Sumatera hingga Papua semua ada. Hal yang serupa juga saya alami ketika
mengheningkan cipta. Saya merasa menjadi bagian kecil dari Ibu Pertiwi. Pikiran
saya kemudian melayang teringat lagu "celeng-celeng" dalam opening
kemarin. Kami yang dari Jawa hanya bisa terheran ketika grup paduan suara menyanyikannya, u know lah celeng di jawa apa artinya dan kenapa disini dijadikan lagu? Ntar di akhir saya kasih tau penjelasannya 😁
Setelah rangkaian upacara selesai, terdapat grup marching
band sebagai pelengkap, sampai pada ramah tamah di lantai satu. Oya ramah
tamah disini tidak jauh berbeda dengan lazimnya di Jawa, hanya saja jika di
kampus biasanya ramah tamah dilakukan dengan makan-makan, nah di makassar kali
ini hanya dihidangkan berbagai makanan berupa ubi-ubian rebus (aniwei saya
jumpai telo, singkong, kacang rebus dan pisang godok di makassar ahaa). Sambil
menikmati hidangan para hadirin yang hadir dihibur dengan grup musik yang
tampil di panggung, tak lupa di sekeliling area terdapat pameran pendidikan,
yakni berupa berbagai media pembelajaran berupa alat peraga dari masing-masing
mata pelajaran. Bagi kami tim delegasi LKTI yang telah melakukan presentasi di
hari pertama, pada hari kedua ini tinggal menunggu pengumumannya karena lomba
debat baik debat indonesia maupun debat bahasa inggris di hari kedua masih
berlangsung. Malam penganugerahan sendiri dijadwalkan akan dilaksanakan pada
pukul 20.00 WITA.
Sekitar pukul 19.30 peserta telah bersiap-bersiap
menuju tempat penganugerahan, dan sekitar pukul 20.00 acara dimulai.
Acara diawali dengan beberapa sambutan dari beberapa petinggi fakultas dan
perwakilan universitas. Dan tibalah pengumuman untuk ketiga lomba di Wisata
Pendidikan Nasional 2017 ini. Pengumuman dimulai dari juara ketiga, pertama dan
terakhir juara kedua. Sayangnya dari ketiga juara lomba karya tulis ini
pemenangnya ialah universitas yang memiliki kata kedua negeri; Universitas
Negeri Gorontalo, Universitas Negeri Semarang dan Universitas Negeri Yogyakarta
dan itu berarti harapan kelompok kami membawa pulang piala telah pupus.
Rasa kecewa tentu ada. Namun sekali lagi bagi saya sampai di tanah ini
sudah lebih dari cukup. Juara adalah bonus. Dalam doa selalu saya panjatkan
kepada Allah bahwa saya selalu minta yang terbaik dalam hal apapun. Jadi jika
hari ini saya belum diberi rezeki menyabet juara, saya memakanainya ini memang
yang terbaik yang dikasih Allah. Begitulah ungkapan yang saya sampaikan
kepada rekan setim sebagai bentuk penguatan.
Tidak mau terlarut dalam kekecewaan kami pun bergegas untuk
naik ke panggung ketika pembawa acara mempersilahkan seluruh peserta untuk foto
bersama. Dari mulai foto resmi, foto ngalay hingga saling bertukar almamater
menjadi kenangan yang akan selalu saya ingat. Kami sepakat bahwa yang masih
memakai almamater universitasnya tidak boleh ikutan foto bersama. Masih
di panggung kami menyanyikan salah satu lagu pop secara bersama-bersama (saya
lupa judulnya). Tidak tampak rona kekecewaan dari yang belum juara. Semua
bernyanyi di panggung, beberapa mengabadikan moment by instastory. Malam
yang paradoks, berkesan dan haru biru. Hari ini saya memaknai perjalanan ini
bukanlah perlombaan untuk merebut juara tetapi lebih pada silaturahmi antar
mahasiswa di Indonesia. Begitulah pesan yang disampaikan Bapak Rektor UNM saat
kami bersalaman selepas upacara tadi pagi.
Setelah sesi foto berakhir beberapa dari kami
memutuskan untuk mengakhiri malam ini dengan berjalan-jalan mencari coto
makassar. Ada sekitar 18 orang yang ikut rombongan; squad kamar satu (UNAIR,
IPB, UMSU, UNS), selain itu delegasi dari UNHAS, UGM serta UNESA juga ikut
nimbrung, karena malam ini adalah malam terakhir dari rangkaian acara sebelum
besok fieldtrip kami memutuskan mencari coto dengan jalan kaki sambil
menikmati jalanan Makassar di malam hari. Setelah menempuh kurang lebih
setengah jam dengan jalan kaki akhirnya kami menemukan warung coto makassar.
Ah, finally. FYI dijalanan Makassar saya menemui warung penyetan suroboyo,
penyetan lamongan dan yang pasti warung sate Madura (yang terakhir ini everywhere
ada terus). Sebelum coto dihidangkan penjual memberikan kami minum yang berisi
gelas dengan potongan es batu, sekali lagi ini hal baru yang saya temui disini,
dan ternyata penjual memang sengaja memberikan gelas dan es batu saja karena di
setiap meja telah tersedia teko isi air putih. Jadilah es banyu (es air putih
atau air putih dingin)... "Gak onok es teh tah iki?" ucap rekan
saya. Ya ya sekali lagi ini di kota orang bukan di Surabaya yang pilihan es
di warung kalau tidak es teh ya es jeruk wkwk.
Bagi yang belum pernah
mencoba coto makassar, tak kasih spoiler dikit; sebagai lidah jawa coto
kurang lebih seperti soto di Jawa pada umumnya (lebih enak soto kalau
boleh jujur ehe) hanya saja kuahnya tidak kuning tapi kecoklat-coklatan entah
santan atau karena tercampur dengan hati sapi jadi coklat, selain itu menurut
saya lebih sedap soto karena coto tidak banyak menggunakan rempah, dan memang
begitulah ciri makanan Sulawesi tidak memakai rempah sebanyak di Jawa. Setelah
coto disantap kami putuskan untuk kembali ke wisma, kali ini tidak dengan jalan
kaki karena adek sudah lelah bang ahaa. Apalagi kalau bukan dengan transportasi
online kekinian. Dua mobil telah meluncur ke lokasi coto untuk mengantar
kembali ke wisma. Sebelum 24.00 WITA kami sampai di wisma dengan selamat.
Agenda di hari ketiga yakni fieldtrip ke Pantai
Losari, sebenarnya fieldtrip akan dilaksanakan ke Leang-Leang Maros
namun mengingat keterbatasan waktu dan beberapa delegasi jadwal penerbangannya
di siang hari akhirnya panitia merubah tujuan fieldtrip. Para peserta
telah bersiap sejak pukul 08.00 dengan membawa koper dan beberapa barang
bawaan. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di panlos. Tidak sampai
setengah jam dari kampus, kami sudah tiba di panlos. Situasi di panlos tidak
sebegitu ramai, mungkin juga karena hari masih pagi dan udara cukup terik.
Konon panlos lebih ramai saat malam hari dengan beberapa penjual pisang epek di
area pantai. Sekitar satu jam-an setengah kami berada disini. Di halaman depan
akan dijumpai tulisan City Of Makassar, tulisan pantai losari, dan
beberapa tulisan suku-suku yang ada; Mandar, Toraja dan Bugis. Para delegasi
larut dalam euforia foto hingga panitia kesulitan untuk mengumpulkan
mereka menuju bus untuk selanjutnya ke pusat oleh-oleh. Dalam perjalanan ke
pusat oleh kami melewati Benteng Rotherdam tapi tidak menyempatkan
mampir. Singkat cerita kami sampai di Jalan Sulawesi tepatnya di toko
oleh-oleh Cahaya. Jalan Sulawesi sendiri merupakan pecinan di Kota Makassar,
saya sebut Kembang Jepun versi Makassar, di depan toko oleh-oleh terdapat
Yayasan Marga Thoeng yang bangunannya menyerupai klenteng, seperti pada pecinan
pada umumnya terdapat beberapa toko serta beberapa klenteng dan klenteng yang
paling besar ialah klenteng Xian Ma.
Setelah dari pusat oleh-oleh para delegasi diantar
menuju bandara, dan karena tim kami memperpanjang kunjungan di Makassar dan
baru besok akan balik maka kami pun tidak ikut rombongan bus menuju bandara. Di
depan pusat oleh-oleh kebersamaan selama selama 3 hari ini harus kami akhiri.
Saya menyalami beberapa delegasi dan terkhusus kepada squad kamar satu
(anak mama yeni) saya peluk satu per satu; Esti, Rahma, Laras dan Mbak Sri. Bus
pun melaju menuju bandara dan beberapa peserta melambaikan tangan sebagai tanda
perpisahan kepada kami. Sekali lagi disini saya merasa tidak sedang berlomba
tetapi sedang bertemu keluarga
Dari pusat oleh-oleh tim kami menuju Tamalate, rumah
kerabat salah satu teman kami. Tamalate sendiri merupakan pusat kota yang
sebenarnya berdekatan dengan kampus UNM tepatnya kampus FIP Tidung, hanya saja
kami baru menyadari bahwa lokasi kedua tempat ini berdekatan. Di malam hari
kami melanjutkan berburu oleh-oleh yakni Kue Mantau di pusat kota. Jalanan
menuju tempat ini sangat ramai, kurang lebih sama seperti ramainya Surabaya.
Hanya saja meskipun ramai tidak semacet di Surabaya, lalu lintas terurai lancar
dan didominasi mobil. Perjalanan malam itu sekaligus mematahkan kesan saya
selama beberapa hari di kota ini, pertama kali saya sampai di Makassar, saya
berasumsi bahwa kota ini tertinggal dari kota-kota di Jawa. Perjalanan dari bandara
menuju wisma disuguhkan dengan insfrastruktur yang tak sebagus di jawa,
rumah-rumah penduduk yang beratap seng yang dalam pandangan saya kurang elok
dan beberapa lagi. Saya sempat berbincang dengan rekan setim bahwa Makassar
yang saya bayangkan sebelumnya dengan yang saya lihat sekarang sangatlah
berbeda, hal ini diamini pada saat malam kedua di makassar, saya yang ditengah
malam lapar tidak diberi izin oleh panitia untuk keluar mencari makan dengan
alasan keamanan dan tidak ada penjual makanan di jam segitu.
Alhasil kami pun
cuma dapat pop mie di depan kampus dan dengan diantar oleh panitia.
Padahal saat itu jam masih menujukkan pukul setengah satu dinihari yang di
Surabaya sendiri tepatnya di lingkungan kos biasanya penjual makanan masih ada
dan sliweran.
Setelah mencari kue mantau kami
menyantap kuliner khas Makassar yakni Mie Titi, mie kering yang disiram kuah
kental campuran sawi, cumi, dan udang. Setelah itu kami mengunjungi salah satu
kerabat rekan saya yang juga merupakan seorang transmigran Jawa, dari Jombang
lebih tepatnya. Sebelum akhirnya kami kembali ke Tamalate untuk istirahat
karena besok hari harus kembali ke Surabaya.
Kamis pagi pukul 07.00 dari tamalate kami bertolak
menuju Bandara Sultan Hasanudin meskipun sebenarnya jadwal keberangkatan
pesawat masih dua setengah jam lagi. Kami sengaja balik lebih awal sebagai
bentuk antispasi dan tidak mau peristiwa saat keberangkatan terulang kembali,
ya saat berangkat ke makassar hampir saja tim kami ketinggalan pesawat karena
mobil pesanan tak tau alamat kos. Pukul 09.30 WITA pesawat bertolak menuju
Surabaya dan pukul 09.45 kami sampai di Juanda Surabaya. Alhamdulillah
Meskipun pulang tanpa piala saya tetap bersyukur atas
kesempatan yang diberikan Allah kali ini. Sejujurnya tim kami mengikuti dua
perlombaan yang dijadwalkan akan presentasi di awal mei. Kedua lomba ini
sama-sama dilaksanakan di kota yang berawalan huruf M. Bedanya satu bisa ditempuh
dengan kereta dan satunya harus dengan pesawat. Dan Allah mengizinkan saya
untuk mencicipi naik pesawat karena paper kelompok kami yang lolos adalah yang
di Makassar. Ahh betapa romantisnya 😍
So nikmat mana lagi yang kamu dustakan? TUHAN MEMANG MAHA ASYIK!
NB: Oiya celeng-celeng di Makassar memiliki arti
tengok-tengok atau melihat dengan genit. Semisal seseorang menyukai perempuan
dan mencuri pandang untuk melihatnya. Asal jangan sekali-kali kalian ucapkan pada perempuan yang disukai di Jawa ya, plis JANGAN 😂
|
Welcome to Kota Daeng |
|
Apa kareba? |
|
Gedung excellent with morallity kalah huhu |
|
Opening Semnas |
|
Foto bersama setelah semnas |
|
Menunggu giliran presentasi |
|
Tim medog finish presentasi yeay |
|
12 tim finish presentasi |
|
Sebelum upacara hardiknas cekrek dulu lah |
Wassalam, semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar