Jumat, 10 Januari 2014

Catatan Hujan

            Tak ada yang menarik malam ini, rintikan hujan yang peragu dan juga tetesan yang membasahi buku-buku di kamar bagai nada-nada yang mengalun  pemecah kesunyian. Tinggalah jari-jari yang menari-nari di atasnya. Hanya sependar cahaya yang tersisa  di ruang ini. Dengan Ibu yang terlebih dulu berbaring sambil terus menarik selimutnya, tak lupa adik yang membungkus badannya rapat-rapat bagai tokoh kartun serial negeri Sakura. Ah, tak ubahnya mengulang malam sebelumnya memang. Saya yang terbiasa tidur setelah semua penghuni rumah terlelap, harus  bertemu sepi lagi, kemudian menjadikannya teman di penghujung malam entah sampai kapan?  Biarpun hari esok adalah money day ( Monday), tetapi saya malah memilih insomnia menikmati malam sunyi. Memikirkan hal yang seharusnya tidak lagi dipikirkan, karena tak memiliki hak lagi. Bagaimana bisa saya katakan demikian?
Ya karena memang saya sudah menjadi orang lain seperti sebelum-sebelumnya saat sebelum kami bertemu. Datang dengan membawa harapan dan penuh keyakinan, kemudian sempat tidak di respon dan akhirnya sienya berubah pikiran. Maka dimulailah cerita-cerita yang membumbui kehidupan keduanya. Drama dimulai, seseorang yang lugu, romantis dan polos dengan jujurnya berceloteh menceritakan tentang latarbelakang kehidupannya, kemudian kejujuran dari yang lain bersambut. Maka samalah mereka, persamaan nasib telah membawa mereka pada sebuah babak baru, dimana teman lebih dari teman, dan dari sekedar teman berkeluh kesah kemudian lebih dari itu. Biarpun jarak terbentang dari keduanya, sama sekali tak ada yang peduli. Ya begitulah bukan hanya sekedar jarak, cultur, lingkungan dan yang lain-lain tak lagi dipedulikan. Bukan cinta namanya jika masih membutuhkan alasan katamu?
            Lilin memang padam setelah kedatangan gerimis bulan ini. Tak ada yang bisa dilakukan, selain menunggu gerimis berakhir kemudian kita menyalakan lilin kembali. Menyalakan lilin kembali? Hey ini hati bukan terminal? Harusnya kau tahu dan lebih mengerti. Benar katamu harusnya kita memang saling mengerti dan memahami tidak lebih. Memahami ketika malam-malam sunyi harus terlewati tanpa ada kabar, memahami ketika miskin komunikasi, memahami ketika gersang perhatian. Mengerti ketika ada yang ingin pergi dan mengerti jika ada yang ingin kembali pula. Lantas bukankah masih akan teramat sulit setelah ini? Karena gerimis november telah menjelma menjadi hujan di dalamnya.

November yang lalu, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar