Minggu, 08 Desember 2013

Surat untuk Sang Menteri



Kutulis surat ini untukmu Pak Menteri,
Lalu aku bertanya pada pensil serta buku-buku pelajaranku
tetapi pertanyaanku semakin mengabur
dan aku masih mencari disela-sela embun yang semakin mengental
Embun pun enggan menjawab
Sementara pagi ini ketidaksamaan merajaiku

Pak Menteri,
Aku mengirimkan surat untukmu dan bertanya :
Pada kawan-kawan yang merapatkan meja serta kursi belajarnya
Tepat di sampingku, seperti diskusi mencari solusi atas kebijakan-kebijakanmu

Apa yang bisa engkau pahami
dari dua puluh bungkus persoalan yang harus kami pecahkan,
dari dua puluh bungkus angka-angka yang harus kulumat,
dari dua puluh bungkus rumus-rumus yang semakin putus

Sedangkan kami tanpa pendidikan yang seimbang,
Seperti rak-rak buku yang semakin kusut dan susut
Dan bahkan tak satupun yang bersandar disana
Sedangkan aku masih bergelayut merajut mimpi
Ingin menjadi sepertimu
Tidakkah salah semua ini
Wahai Pak Menteri
Mungkinkah kukirim surat ini melalui mentari?
Agar teriknya mampu mencairkan kecemasan kami

Pak Menteri,
Seragamku mulai kusut
Abu-abunya semakin mengabur seperti kecemasan
dalam mulutku, mencetus aroma kebisuan,
perlahan mengalir seperti airmataku,
air mata ibuku, air mata punggung bapakku yang semakin menipis
kembang kempis lalu menepis.

Aku yang belajar di bawah ketiak para petani,
Belajar membaca dan menghitung air mata yang jatuh
Tapi, engkau samaratakan dengan akselerasi
Ini seperti sambal terasi Pak Menteri
Pak Menteri yang kuhormati
Dengan segala hormat sampai aku menjadi khidmat
Coba engkau sentuh dadaku, disitu ada gemuruh dan keruh
Yang melambai kepadamu

Dan jangan salahkan para pahlawan
Ketika mereka memberi jalan pintas
Jalan pintas dari dua puluh bungkus persoalan
Yang mampu mengantar kami sampai tujuan,
Meski tak luhur
Tapi inilah aku, anak-anak penurut dengan abu-abu yang semakin mengerut

Wahai Pak Menteri
Kepada siapa lagi surat ini kukirimkan, kalau tidak teruntukmu
Karena engkau pemilik ketuk
Ketuklah palumu agar gemuruh tak bertabuh di kepalaku
Dan aku akan menurut,  karena aku anak penurutu

Mojokerto, 2013

Antologi Festival Bulan Purnama Majapahit 2013
(dengan perubahan)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar