Minggu, 02 Februari 2014

Catatan 2 Februari

       Disela-sela kesibukan menghadapi ujian di bulan ini, saya dituntut tetap fokus dan jaga kesehatan. Hari ini adalah pengambilan gambar kedua setelah yang pertama dirasa kurang maksimal. Kami ber-enam mengambil setting dirumah salah seorang teman kami sendiri. Ini atas usul teman-teman karena lebih cocok dengan ceritanya. Perjalanan lumayan jauh harus kami tempuh, jalanan menanjak. Cuaca juga yang tidak bersahabat menjadi pelengkap. Rumah temanku ini memang terletak di sekitar dataran tinggi, sesampai disana udara sangat dingin, namun sepanjang perjalanan mata tak henti-hentinya dimanjakan dengan hamparan padi yang menghijau. Gemericik air di sebelah kanan kiri jalan menambah keasrian. Ini adalah pertama kalinya aku ke rumah temanku tsb(maklum).
Sesampai disana kami harus menunggu beberapa saat, temanku masih tidur. Ya Tuhan ini jam berapa sudah? Mungkin terbawa suasana dingin jadi pengen tidur terus dianya. Perasaanku biasa saja ketika memasuki rumah ini, dan aku coba memperkirakan dimana posisi aku ambil gambar sambil nunggu temanku keluar dari kamarnya. Bapaknya sudah terlebih dahulu mempersilahkan. Ketika memasuki kamar(lokasi syuting) aku lumayan terkejut. Melihat seprei yang tidak tertata, beberapa baju yan berserakan dan masih banyak lagi. Huh, apa memang begini kamar seorang cowok? Kebetulan aku punya kakak keponakan tidak juga. Kemudian aku menyimpulkan.

        Aku harus cepat mempersiapkan pengambilan gambar, dengan kondisi kamar yang demikian membuat aku harus cepat mengambil tindaan. Mulailah aku beraksi, layaknya tim bedah rumah. Seprei yang tidak beraturan segera aku ambil. Kasur yang banyak debu aku bersihkan. Beberapa barang-barang kecil berserakan aku masukkan ke dalam kantong dengan bantuan teman yang lain. Penjajah kamar, biarlah. Kapan lagi dapat layanan pembersihan kamar gratis. Setelah semua selesai mulailah kami mengambil gambar. Di sela-sela tersebut ternyata kedatangan kami sungguh merepotkan. Di dalam rumah hanya ada Bapak dan adik laki-lakinya. Sementara sang ibu masih bekerja  di sawah. Bapaknyalah yang pontang-panting, membuatkan minum, menyiapkan cemilan, tak lupa adiknya yang bolak-balik pergi ke warung. Saya kagum sekali pada beliau, belum tentu Ayah saya sendiri berlaku demikian(maaf). Teman-teman malah asyik menikamti "nangka" yang disuguhan. Bagiku biasa karena sering memakan, tapi mereka. Waduh, nangka yang baru datang itu langsung diserbu.
        Beberapa jam kemudian pengambilan gambar selesai, kami pun menyempatkan sesi foto bersama memanfaatkan view yang hijau itu. Saa kami hendak pulang, ternyata sudah dari tadi Ibu temanku ada dirumah. Dan menyibukkan diri mempersiapkan makan untuk kami. Padahal beliau dari sawah dan tentu sudah lelah. Kami tak punya pilihan untuk menolak, karena semua masakan tinggal dihidangkan. Saya dan teman-teman yang lain tidak enak karena merepotkan. Satu hal yang membuat saya benar-benar bersyukur dan terus mengingat kata-kata ibu saya " Jangan melihat keatas terus, dibawah kita masih banyak orang yang lebih menderita dibanding kita". Kata-kata itu benar-benar terbukti hari ini. Apalagi waktu saya dan salah satu temanku hendak ke kamar mandi. Sungguh hati saya terenyuh melihat kamar mandinya. Tetap salut, saya apreasi sikap-mereka ketika ada tamu. Seolah kami ini adalah tamu-tamu besar. Mereka sangat welcome dan begitu menghargai. Maafkan saya Ibu Bapak jika selama ini hanya bisa menuntut, tanpa memperdulikan perasaan kalian.

Mari bersyukur,  Februari 2014



Tidak ada komentar:

Posting Komentar